Kamis, 05 Februari 2015

KOLONIALISME DI INDONESIA


A. Kolonialisme dan Imperialisme
·         Kolonialisme adalah penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk memperluas negara itu.
·         Imperialisme adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapat kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar.
 
Kolonialisme  merupakan suatu sistem di mana suatu negara menguasai rakyat dan sumber daya Negara lain. Koloni merupakan negeri, tanah jajahan yang dikuasai oleh sebuah kekuasaan asing. Koloni adalah satu kawasan diluar wilayah negara asal atau induk. Tujuan utama kolonialisme adalah kepentingan ekonomi. Kebanyakan koloni yang yang dijajah adalah wilayah yang kaya akan bahan mentah, keperluan untuk mendapatkan bahan mentah adalah dampak dari terjadinya Revolusi Industri di Inggris.
Istilah kolonialisme bermaksud memaksakan satu bentuk pemerintahan atas sebuah wilayah atau negeri lain (tanah jajahan) atau satu usaha untuk mendapatkan sebuah wilayah baik melalui paksaan atau dengan cara damai. Usaha untuk mendapatkan wilayah biasanya melalui penaklukan. Penaklukan atas sebuah wilayah bisa dilakukan secara damai atau paksaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada mulanya mereka membeli barang dagangan dari penguasa lokal, untuk memastikan pasokan barang dapat berjalan lancar mereka kemudian mulai campur tangan dalam urusan pemerintahan penguasa setempat dan biasanya mereka akan berusaha menjadikan wilayah tersebut sebagai tanah jajahan mereka. Negara yang menjajah menggariskan panduan tertentu atas wilayah jajahannya, meliputi aspek kehidupan sosial, pemerintahan, undang-undang dan sebagainya.
Kolonialisme dan imperialisme ditumbuhkembangkan bangsa-bangsa Eropa di seluruh dunia, termasuk di Nusantara. Sejak terjadinya Perang Salib dan jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki Usmani (Turki Ottoman) pada tahun 1453 yang mengakibatkan ditutupnya jalur perdagangan Asia - Eropa lewat laut tengah, bangsa Eropa setelah mencapai kemajuan dibidang teknologi terutama teknologi pelayaran, mulai mencari dan membuka jalur perdagangan baru.
Negara-negara Eropa yang memiliki andil dalam membentuk dan mengembangkan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia adalah Portugis, Belanda, Prancis dan Inggris.
Adapun tujuan kedatangan bangsa-bangsa Barat/Eropa ke dunia timur membawa tujuan khusus yang dikenal dengan 3G yaitu:
1        Gold, bertujuan mencari sebanyak-banyaknya logam mulia berupa emas, perak, dan batu permata seperti intan dan berlian, juga termasuk disini adalah hasil bumi atau rampah-rempah.
2        Gospel, membawa tujuan suci yaitu untuk menyebarkan agama yang dianutnya yakni Kristen Katolik dan Kristen protestan.
3        Glory, bertujuan mendapatkan kekayaan negeri asalnya dengan memperluas wilayah kekuasaannya di negeri yang baru ditemukan dan dikuasainya.

Penyebab atau faktor politik pendorong bangsa-bangsa Eropa mencari daerah rempah-rempah di Indonesia, yakni sejak abad XV, perdagangan rempah-rempah di Eropa mengalami perkembangan pesat. Rempah-rempah laku keras di pasaran Eropa walaupun dengan harga yang tinggi. Hal inilah yang mendorong bangsa Eropa datang ke Nusantara mencari daerah penghasil rempah-rempah.

B. Masuknya Kolonialisme ke Indonesia
1)      Masa Portugis dan Spanyol
Sejarah perkembangan kolonialisme bermula ketika Vasco da Gama dari Portugis berlayar ke india pada tahun 1498. Di awali dengan pencarian jalan ke Timur untuk mencari sumber rempah-rempah perlombaan mencari tanah jajahan dimulai. Bartholomeus Diaz (1492) dan Vasco daGama (1498) berkebangsaan Portugis berlayar menyusuri pantai barat Benua Afrika akhirnyatiba di Kalkuta, India. Kemudian mereka membangun kantor dagang di Kalkuta dan berdagang di Asia Tenggara.
Raja Portugis mengutus Diego Lopes de Sequiera untuk ekspedisi ke Malaka. Pada tahun 1509, Sequiera tiba di Malaka. Pada mulanya disambut dengan senang hati oleh Sultan Mahmud Syah, tetapi kemudian Sultan Mahmud Syah berbalik melawan Sequiera.
Pada tahun 1511, Alfonso d’Albuquerque (seorang tokoh penjelajah samudera Portugis), melakukan pelayaran dari Goa (India) menuju Malaka. Sesampainya di Malaka terjadilah peperangan dengan Sultan Mahmud, hingga pada akhirnya Malaka dapat ditaklukkan dan dikuasai oleh Portugis. Setelah menetap di Malaka, Albuquerque memerintahkan untuk segera mencari kepulauan rampah-rempah. Misi pencarian rempah-rempah tersebut dipimpin Francisco Serrao. Sementara itu, Albuquerque kembali ke India dengan sebuah kapal yang besar. Akan tetapi di laut lepas Pantai Sumatra kapal tersebut karam beserta barang rampasan dari Malaka.
Pada tahun 1512, Francisco Serrao berhasil mencapai Pulau Hitu (sebelah Utara Ambon), dalam usahanya untuk mencari kepulauan rempah-rempah.
Pada tahun 1522, Portugis mengadakan persekutuan dengan Ternate dan membagun benteng disana. Hubungan mereka mulai tegang ketika misionaris Portugis melakukan kristenisasi terhadap penduduk Ternate yang beragama Islam dan juga prilaku orang-orang Portugis yang tidak sopan. Perlawanan rakyat Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun mengepung benteng Portugis yakni Benteng Santo Paulo, tapi sayang Sultan Hairun gagal karena kena tipu muslihat Portugis dan meninggal pada tahun 1570. Akhirnya di bawah pimpinan Sultan Baabullah pada tahun 1575 orang-orang Portugis diusir dari Ternate setelah terjadi pengepungan yang berlangsung selama lima tahun.
2)      Masa Kekuasaan Belanda (VOC)

Usaha bangsa Barat untuk mendapatkan benua baru dipelopori oleh bangsa Portugis dan Spanyol yang ingin mendapatkan rempah-rempah. Pada tahun 1596, pedagang Belanda dengan empat buah kapal di bawah Cornelis de Houtman berlabuh di Banten. Mereka mencari rempah-rempah disana dan daerah sekitarnya untuk diperdagangkan di Eropa. Namun, karena kekerasan dan kurang menghormati rakyat maka diusir dari Banten.
Kemudian pada tahun 1598, pedagang Belanda datang kembali ke Indonesia di bawah Van Verre dengan delapan kapal dipimpin Van Neck, Jacob van Heemkerck datang di Banten dan diterima Sultan Banten Abdulmufakir dengan baik. Sejak saat itulah ada hubungan perdagangan dengan pihak Belanda sehingga berkembang pesat perdagangan Belanda di Indonesia. Namun, tujuan dagang tersebut kemudian berubah. Belanda ingin berkuasa sebagai penjajah yang kejam dan sewenang-wenang, melakukan monopoli perdagangan, imperialisme ekonomi, dan perluasan kekuasaan. Setelah bangsa Belanda berhasil menanamkan kekuasaan perdagangan dan ekonomi di Indonesia maka pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda membentuk kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) yang dianjurkan oleh Johan van Olden Barnevelt yang mendapat izin dan hak istimewa dari Raja Belanda.
VOC diakui Pemerintah Nederlad sebagai pemerintahan di Ambon dan diangkatlah Gubernur Jendralnya Pieter Both sampai 1619. Tujuan pembentukan VOC tidak lain adalah menghindarkan persaingan antar pengusaha Belanda (intern) serta mampu menghadapi persaingan dengan bangsa lain terutama Spanyol dan Portugis sebagai musuhnya (ekstern). 
Alasan pendirian VOC adalah adanya persaingan di antara pedagang Belanda sendiri, adanya ancaman dari komisi dagang lain, seperti (EIC) Inggris, dan dapat memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Untuk mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia, VOC memiliki hak oktroi, yaitu hak istimewa sebagai berikut:
1.        Dianggap sebagai wakil pemerintah Belanda di Asia
2.        Monopoli perdagangan
3.        Mencetak dang mengedarkan uang sendiri
4.        Mengadakan perjanjian
5.        Menaklukkan perang dengan negara lain
6.        Menjalankan kekuasaan kehakiman
7.        Pemungutan pajak
8.        Memiliki angkatan perang sendiri
9.        Mengadakan pemerintahan sendiri.
Kemudian Pieter Both digantikan oleh Jan Pieterzoon Coen 1619, merupakan Gubernur Jenderal kedua yang memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta (Batavia). Karena letaknya strategis di tengah-tengah Nusantara memudahkan pelayaran ke Belanda. Adapun cara-cara yang ditempuh pemerintah VOC dalam menjalankan roda pemerintahan antara lain:
1.      Melakukan pelayaran Hongi, yaitu misi pelayaran Belanda yang ditugasi mengawasi, menangkap, dan mengambil tindakan terhadap para pedagang dan penduduk pribumi yang dianggapnya melanggar ketentuan perdagangan Belanda.
2.      Melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman, milik rakyat.
3.      Perjanjian dengan raja-raja setempat terutama yang kalah perang wajib menyerahkan hasil bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC. Penyerahan wajib disebut Verplichte Leverantien. Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi sebagai pajak, yang disebut dengan istilah Contingenten.
Usaha VOC semakin berkembang pesat (1623) dan berhasil menguasai rempah-rempah di Ambon dalam peristiwa Ambon Massacre. Selanjutnya tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. VOC selalu menggunakan Batigslot Politiek (politik mencari untung, 1602 – 1799) dengan memegang monopoli Belanda di Indonesia. Selain itu, VOC menjalankan politik devide et impera, yakni sistem pemecah belah di antara rakyat Indonesia. Perjalanan kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami kemunduran, bahkan VOC runtuh pada tanggal 31 Desember 1799.
Kemunduran VOC disebabkan hal-hal berikut:
1.      Perang-perang yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar padahal hasil dari bumi
2.      Indonesia telah terkuras habis dan kekayaan Indonesia sudah telanjur terkirim ke Negeri Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai perang-perang tersebut.
3.      Kekayaan menyebabkan para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab mereka terhadap pemerintah dan masyarakat.
4.      Terjadinya jual beli jabatan.
5.      Tumbuhnya tuan-tuan tanah partikelir.
Kekurangan biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan hasil penjualan tanah saja, VOC harus juga mencari pinjaman. Akibatnya, utang VOC semakin besar.
Pada akhir abad ke-18, VOC tidak mampu lagi memerangi pedagang-pedagang Eropa lainnya (Inggris, Prancis, Jerman) yang dengan leluasa berdagang di Nusantara sehingga monopoli VOC hancur.
Keberadaan VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga harta milik dan utang-utangnya diambil alih oleh pemerintah negeri Belanda. Pemerintah kemudian membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya, termasuk mengurusi wilayah VOC di Indonesia (1800 – 1907).

3)      Masa Kekuasaan Belanda (Prancis)

Tahun 1807 – 1811, Indonesia dikuasai oleh Republik Bataaf bentukan Napoleon Bonaparte, penguasa di Prancis (Belanda menjadi jajahan Prancis). Napoleon Bonaparte mengangkat Louis Napoleon menjadi wali negeri Belanda dan negeri Belanda diganti namanya menjadi Konikrijk Holland. Untuk mengurusi Indonesia, Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels menjadi gubernur jenderal di Indonesia (1808 – 1811). Tugas utama Daendels adalah mempertahankan Jawa dari serangan Inggris sehingga pusat perhatian Daendels ditujukan kepada pertahanan dan keamanan.
Untuk memperoleh dana, Daendels menjual tanah-tanah kepada orang-orang swasta. Akibatnya, tanah-tanah partikelir mulai bermunculan di sekitar Batavia, Bogor, Indramayu, Pamanukan, Besuki, dan sebagainya. Bahkan, rumahnya sendiri di Bogor dijual kepada pemerintah, tetapi rumah itu tetap ditempatinya sebagai rumah tinggalnya. Tindakan dan kekejaman Daendels tersebut menyebabkan raja-raja Banten dan Mataram memusuhinya.
Untuk menutup utang-utang Belanda dan biaya-biaya pembaharuan tersebut, Daendels kembali menjual tanah negara beserta isinya kepada swasta, sehingga timbullah system tuan tanah di Jawa yang bertindak sebagai raja daerah, misalnya di sekitar Batavia dan Probolinggo.  Daendels mempekerjakan masyarakat secara paksa untuk pembangunan jalan Anyer – Panarukan yang sekarang diketahui juga sebagai Jalur Pantura. Demi pembangunan banyak nyawa yang hilang karena bekerja tanpa istirahat dan penuh paksaan.
Reformasi atau pembenahan yang dilakukan Daendels yang lain adalah misalnya ia berusaha keras memberantas kecurangan di kalangan pejabat negara. Justru langkah inilah yang membuat ia mempunyai banyak musuh dari kalangan bangsa Belanda sendiri. Disamping politik keuangannya tidak menguntungkan pemerintah beberapa tindakannya dinilai sebagai menguntungkan diri sendiri. Lawan politik Daendels yang terkenal antara lain adalah M.R.G. van Polanen dan Nicolaas Engelhard, Gubernur Pantai Jawa Timur Laut yang dilepas oleh Daendels. Untuk membersihkan dirinya dari tuduhan musuh politiknya Daendels menerbitkan buku berjudulStaat der Nederlandsch Oost-Indische bezittingen onder het bestuur van den Gouverneur Generaal H.W. Daendels pada 1814. Buku tersebut dikritik dengan tajam oleh van Polanen dan Engelhard.
Di samping itu Daendels juga tidak disukai di kalangan pejabat Bumi Putera. Para bangsawan banyak yang kecewa karena kebijakannnya yang merugikan mereka. Pada 1810 Kaisar Napoleon mengeluarkan Dekrit yang menyatakan Negeri Belanda masuk ke dalam Imperium Prancis. Setahun kemudian berita itu sampai ke Indonesia dan disambut dengan senang hati oleh Daendels. Karena ia yakin bahwa hal itu akan membawa perbaikan bagi Indonesia.
Kekejaman Daendels tersebut terdengar sampai ke Prancis. Akhirnya, dia dipanggil pulang karena dianggap memerintah secara autokrasi dan Indonesia diperintah oleh Jansens.

4)      Masa Kekuasaan Inggris

Keberhasilan Inggris mengalahkan Prancis di Eropa menyebabkan kekuasaan Belanda atas Indonesia bergeser ke tangan Inggris. Untuk itulah ditandatangani Kapitulasi Tuntang (1811) yang isinya Belanda menyerahkan Indonesia ke tangan Inggris dari tangan Jansens kepada Thomas Stamford Raffles, seorang Letnan Gubernur Jenderal Inggris untuk Indonesia. Oleh karena itu, beralihlah Indonesia dari tangan Belanda ke tangan Inggris.







Adapun langkah-langkah yang diambil Raffles adalah:
   1.      Membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan,
   2.      Para bupati dijadikan pegawai negeri,
   3.      Melaksanakan perdagangan bebas,
   4.   Melaksanakan landrente (pajak sewa tanah) dan Raffles menjual tanah kepada swasta 
   5.      Menghapuskan perbudakan, dan
                                   6.      Kekuasaan para raja dikurangi.
Di Yogyakarta, Pangeran Notokusumo diangkat sebagai Paku Alam (1813). Akibatnya, Mataram Yogyakarta pecah menjadi dua, yakni Kasultanan Yogyakarta di bawah HB III dan Paku Alaman di bawah Paku Alam I.
Raffles menghapus perbudakan dan kerja paksa serta menerapkan sistem landrente (pajak sewa tanah) di Indonesia. Hal ini dilakukan oleh Raffles agar masyarakat dapat menggunakan tanahnya namun tetap ada retribusi yang diambil oleh pemerintah.
Namun sistem landrente ini memiliki kendala. Sistem ini sulit dimengerti oleh rakyat Indonesia dan rakyat masih belum mengerti betul tentang pajak dan retribusi lainnya. Hal ini sulit untuk diterapkan di Indonesia pada zaman dahulu.
Pada tanggal 13 Agustus 1814, di Eropa ditandatangani Perjanjian London oleh Inggris dan Belanda yang isinya Belanda memperoleh kembali sebagian besar daerahkoloninya, termasuk Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1816, Raffles meninggalkan Indonesia dan Belanda kembali berkuasa di Indonesia.
Raffles memberikan hal-hal yang meningkatkan SDM di bidang ilmu pengetahuan yaitu sebagai berikut:
1.      Ditulisnya buku yang berjudul History of Java di London tahun 1817 dibagi menjadi dua jilid.
2.      Ditulisnya buku yang berjudul History of the East Archipelago di Eidenburg tahun 1820 dibagi menjadi tiga jilid.
3.      Raffles aktif dalam Bataviaach Genootschap, perkumpulan tentang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4.      Dirintisnya Kebun Raya Bogor.
5.      Ditemukannya bunga Rafflesia Arnoldi
6.      Memindahkan prasasti Airlangga ke Calcutta, India sehingga diberi nama Prasasti Calcutta.


5)      Masa Kekuasaan Pemerintah Belanda

Pada tahun 1830, pemerintah Belanda mengangkat gubernur jenderal yang baru untuk Indonesia, yaitu Van den Bosch, yang diserahi tugas untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor, seperti tebu, teh, tembakau, merica, kopi, kapas, dan kayu manis. Dalam hal ini, Van den Bosch mengusulkan adanya sistem tanam paksa. Adapun hal-hal yang mendorong Van den Bosch melaksanakan tanam paksa, antara lain, Belanda membutuhkan banyak dana untuk membiayai peperangan, baik di negeri Belanda sendiri maupun di Indonesia. Akibatnya, kas negara Belanda kosong.
Sementara itu, di Eropa terjadi perang Belanda melawan Belgia (1830 – 1839) yang juga menelan banyak biaya.Tujuan diadakannya tanam paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, guna menutupi kekosongan kas negara dan untuk membayar utang utang negara. Pelaksanaan tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat membawa kesengsaraan rakyat Bentuk penyelewengan tersebut misalnya, kerja tanpa dibayar untuk kepentingan Belanda (kerja rodi) kekejaman para mandor terhadap para penduduk, dan eksploitasi kekayaan Indonesia yang dilakukan Belanda.
Melihat penderitaan rakyat Indonesia, kaum humanis Belanda menuntut agar tanam paksa dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama musim tanam. Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi membangun jalan raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat masih dibebani pajak yang berat, sehingga sebagian besar penghasilan rakyat habis untuk membayar pajak.
Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa membawa keuntungan yang besar.
Praktik tanam paksa mampu menutup kas negara Belanda yang kosong sekaligus membayar utang-utang akibat banyak perang. Akhirnya, tanam paksa dihapuskan, diawali dengan dikeluarkannya undang-undang (Regrering Reglement) pada tahun 1854 tentang penghapusan perbudakan. Tanam paksa benar-benar dihapuskan pada tahun 1917. Sebagai bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado, Tapanuli, dan Sumatra Barat dihapuskan.Setelah tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda melaksanakan politik kolonial liberal di Indonesia dengan memberikan kebebasan pada pengusaha swasta untuk menanamkan modal di Indonesia.
Namun, pelaksanaannya tetap menyengsarakan rakyat karena kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan kolonial Belanda. Belanda tetap melaksanakan cara-cara menguasai bangsa Indonesia dengan perjanjian, perang, dan pemecah belah.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata banyak mendatangkan penderitaan bagi rakyat terutama buruh sebab upah yang mereka terima tidak seperti yang tertera dalam kontrak. Akibatnya, banyak buruh yang melarikan diri, terutama dari Deli, Sumatra Utara. Dari kenyataan di atas jelas Belanda tetap masih melaksanakan usaha menindas bangsa Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar