·
Kolonialisme adalah
penguasaan oleh suatu negara atas daerah atau bangsa lain dengan maksud untuk
memperluas negara itu.
·
Imperialisme adalah
sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapat kekuasaan dan
keuntungan yang lebih besar.
Kolonialisme merupakan suatu
sistem di mana suatu negara menguasai rakyat dan sumber daya Negara lain.
Koloni merupakan negeri, tanah jajahan yang dikuasai oleh sebuah kekuasaan
asing. Koloni adalah satu kawasan diluar wilayah negara asal atau induk. Tujuan
utama kolonialisme adalah kepentingan ekonomi. Kebanyakan koloni yang yang dijajah adalah
wilayah yang kaya akan bahan mentah, keperluan untuk mendapatkan bahan mentah
adalah dampak dari terjadinya Revolusi Industri di Inggris.
Istilah
kolonialisme bermaksud memaksakan satu bentuk pemerintahan atas sebuah wilayah
atau negeri lain (tanah jajahan) atau satu usaha untuk mendapatkan sebuah
wilayah baik melalui paksaan atau dengan cara damai. Usaha untuk mendapatkan wilayah biasanya melalui
penaklukan. Penaklukan atas sebuah wilayah bisa dilakukan secara damai atau
paksaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pada mulanya mereka membeli barang dagangan dari
penguasa lokal, untuk memastikan pasokan barang dapat berjalan lancar mereka
kemudian mulai campur tangan dalam urusan pemerintahan penguasa setempat dan
biasanya mereka akan berusaha menjadikan wilayah tersebut sebagai tanah jajahan
mereka. Negara yang menjajah menggariskan panduan tertentu atas wilayah
jajahannya, meliputi aspek kehidupan sosial, pemerintahan, undang-undang dan
sebagainya.
Kolonialisme dan imperialisme ditumbuhkembangkan
bangsa-bangsa Eropa di seluruh dunia, termasuk di Nusantara. Sejak
terjadinya Perang Salib dan jatuhnya konstantinopel ke
tangan Turki Usmani (Turki Ottoman) pada tahun 1453 yang mengakibatkan
ditutupnya jalur perdagangan Asia - Eropa lewat laut tengah, bangsa Eropa
setelah mencapai kemajuan dibidang teknologi terutama teknologi pelayaran,
mulai mencari dan membuka jalur perdagangan baru.
Negara-negara Eropa yang memiliki andil dalam
membentuk dan mengembangkan kolonialisme dan imperialisme di Indonesia adalah
Portugis, Belanda, Prancis dan Inggris.
Adapun tujuan kedatangan bangsa-bangsa Barat/Eropa
ke dunia timur membawa tujuan khusus yang dikenal dengan 3G yaitu:
1
Gold,
bertujuan mencari sebanyak-banyaknya logam mulia berupa emas, perak, dan batu
permata seperti intan dan berlian, juga termasuk disini adalah hasil bumi atau
rampah-rempah.
2
Gospel,
membawa tujuan suci yaitu untuk menyebarkan agama yang dianutnya yakni Kristen
Katolik dan Kristen protestan.
3
Glory,
bertujuan mendapatkan kekayaan negeri asalnya dengan memperluas wilayah
kekuasaannya di negeri yang baru ditemukan dan dikuasainya.
Penyebab atau faktor politik pendorong bangsa-bangsa
Eropa mencari daerah rempah-rempah di Indonesia, yakni sejak abad XV,
perdagangan rempah-rempah di Eropa mengalami perkembangan pesat. Rempah-rempah
laku keras di pasaran Eropa walaupun dengan harga yang tinggi. Hal inilah yang
mendorong bangsa Eropa datang ke Nusantara mencari daerah penghasil
rempah-rempah.
B. Masuknya Kolonialisme ke Indonesia
1)
Masa Portugis dan
Spanyol
Sejarah perkembangan kolonialisme bermula ketika
Vasco da Gama dari Portugis berlayar ke india pada tahun 1498. Di awali dengan
pencarian jalan ke Timur untuk mencari sumber rempah-rempah perlombaan mencari
tanah jajahan dimulai. Bartholomeus Diaz
(1492) dan Vasco daGama (1498)
berkebangsaan Portugis berlayar menyusuri pantai barat Benua Afrika
akhirnyatiba di Kalkuta, India. Kemudian mereka membangun kantor dagang di
Kalkuta dan berdagang di Asia Tenggara.
Raja Portugis mengutus Diego Lopes de
Sequiera untuk ekspedisi ke Malaka. Pada tahun 1509, Sequiera tiba di
Malaka. Pada mulanya disambut dengan senang hati oleh Sultan Mahmud Syah,
tetapi kemudian Sultan Mahmud Syah berbalik melawan Sequiera.
Pada tahun 1511, Alfonso
d’Albuquerque (seorang tokoh penjelajah samudera Portugis), melakukan
pelayaran dari Goa (India) menuju Malaka. Sesampainya di Malaka terjadilah
peperangan dengan Sultan Mahmud, hingga pada akhirnya Malaka dapat
ditaklukkan dan dikuasai oleh Portugis. Setelah menetap di Malaka, Albuquerque
memerintahkan untuk segera mencari kepulauan rampah-rempah. Misi pencarian
rempah-rempah tersebut dipimpin Francisco Serrao. Sementara itu, Albuquerque
kembali ke India dengan sebuah kapal yang besar. Akan tetapi di laut lepas
Pantai Sumatra kapal tersebut karam beserta barang rampasan dari Malaka.
Pada tahun 1512, Francisco Serrao berhasil
mencapai Pulau Hitu (sebelah Utara Ambon), dalam usahanya untuk mencari
kepulauan rempah-rempah.
Pada tahun 1522, Portugis mengadakan persekutuan
dengan Ternate dan membagun benteng disana. Hubungan mereka mulai tegang ketika
misionaris Portugis melakukan kristenisasi terhadap penduduk Ternate yang
beragama Islam dan juga prilaku orang-orang Portugis yang tidak sopan.
Perlawanan rakyat Ternate dipimpin oleh Sultan Hairun mengepung
benteng Portugis yakni Benteng Santo Paulo, tapi sayang Sultan Hairun
gagal karena kena tipu muslihat Portugis dan meninggal pada tahun 1570.
Akhirnya di bawah pimpinan Sultan Baabullah pada tahun 1575
orang-orang Portugis diusir dari Ternate setelah terjadi pengepungan yang
berlangsung selama lima tahun.
2)
Masa Kekuasaan Belanda (VOC)
Usaha bangsa Barat untuk mendapatkan benua baru
dipelopori oleh bangsa Portugis dan Spanyol yang ingin mendapatkan
rempah-rempah. Pada tahun 1596, pedagang Belanda dengan empat buah kapal di
bawah Cornelis de Houtman berlabuh di Banten. Mereka mencari rempah-rempah disana
dan daerah sekitarnya untuk diperdagangkan di Eropa. Namun, karena kekerasan
dan kurang menghormati rakyat maka diusir dari Banten.
Kemudian pada tahun 1598, pedagang Belanda datang
kembali ke Indonesia di bawah Van Verre dengan delapan kapal dipimpin Van Neck,
Jacob van Heemkerck datang di Banten dan diterima Sultan Banten Abdulmufakir
dengan baik. Sejak saat itulah ada hubungan perdagangan dengan pihak Belanda
sehingga berkembang pesat perdagangan Belanda di Indonesia. Namun, tujuan
dagang tersebut kemudian berubah. Belanda ingin berkuasa sebagai penjajah yang
kejam dan sewenang-wenang, melakukan monopoli perdagangan, imperialisme
ekonomi, dan perluasan kekuasaan. Setelah bangsa
Belanda berhasil menanamkan kekuasaan perdagangan dan ekonomi di Indonesia maka
pada tanggal 20 Maret 1602 Belanda membentuk kongsi dagang VOC (Vereenigde
Oost-Indische Compagnie) yang dianjurkan oleh Johan van Olden Barnevelt yang
mendapat izin dan hak istimewa dari Raja Belanda.
VOC diakui Pemerintah Nederlad sebagai pemerintahan
di Ambon dan diangkatlah Gubernur Jendralnya Pieter Both sampai 1619.
Tujuan pembentukan VOC tidak lain adalah menghindarkan persaingan antar
pengusaha Belanda (intern) serta mampu menghadapi persaingan dengan bangsa lain
terutama Spanyol dan Portugis sebagai musuhnya (ekstern).
Alasan pendirian VOC adalah adanya persaingan di
antara pedagang Belanda sendiri, adanya ancaman dari komisi
dagang lain, seperti (EIC) Inggris, dan dapat memonopoli perdagangan
rempah-rempah di Indonesia. Untuk mendapatkan keleluasaan usaha di Indonesia,
VOC memiliki hak oktroi, yaitu hak istimewa sebagai berikut:
1.
Dianggap sebagai
wakil pemerintah Belanda di Asia
2.
Monopoli
perdagangan
3.
Mencetak dang
mengedarkan uang sendiri
4.
Mengadakan
perjanjian
5.
Menaklukkan
perang dengan negara lain
6.
Menjalankan
kekuasaan kehakiman
7.
Pemungutan pajak
8.
Memiliki
angkatan perang sendiri
9.
Mengadakan
pemerintahan sendiri.
Kemudian Pieter Both digantikan
oleh Jan Pieterzoon Coen 1619, merupakan Gubernur Jenderal kedua yang
memindahkan pusat VOC dari Ambon ke Jayakarta (Batavia). Karena letaknya
strategis di tengah-tengah Nusantara memudahkan pelayaran ke Belanda. Adapun
cara-cara yang ditempuh pemerintah VOC dalam menjalankan roda
pemerintahan antara lain:
1.
Melakukan
pelayaran Hongi, yaitu misi pelayaran Belanda yang ditugasi mengawasi,
menangkap, dan mengambil tindakan terhadap para pedagang dan penduduk pribumi
yang dianggapnya melanggar ketentuan perdagangan Belanda.
2.
Melakukan Ekstirpasi yaitu penebangan tanaman,
milik rakyat.
3.
Perjanjian
dengan raja-raja setempat terutama yang kalah perang wajib menyerahkan hasil
bumi yang dibutuhkan VOC dengan harga yang ditetapkan VOC. Penyerahan wajib
disebut Verplichte Leverantien. Rakyat wajib menyerahkan hasil bumi
sebagai pajak, yang disebut dengan istilah Contingenten.
Usaha VOC semakin berkembang pesat (1623) dan
berhasil menguasai rempah-rempah di Ambon dalam peristiwa Ambon Massacre.
Selanjutnya tahun 1641, VOC berhasil merebut Malaka dari tangan Portugis. VOC
selalu menggunakan Batigslot Politiek (politik mencari untung, 1602 –
1799) dengan memegang monopoli Belanda di Indonesia. Selain itu, VOC
menjalankan politik devide et impera, yakni sistem pemecah belah di antara
rakyat Indonesia. Perjalanan kongsi dagang VOC lama kelamaan mengalami
kemunduran, bahkan VOC runtuh pada tanggal 31 Desember 1799.
Kemunduran VOC disebabkan hal-hal berikut:
1.
Perang-perang
yang dilakukan membutuhkan biaya yang besar padahal hasil dari bumi
2.
Indonesia telah
terkuras habis dan kekayaan Indonesia sudah telanjur terkirim ke Negeri
Belanda. VOC tidak kuat lagi membiayai perang-perang tersebut.
3.
Kekayaan
menyebabkan para pegawai VOC melupakan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab
mereka terhadap pemerintah dan masyarakat.
4.
Terjadinya jual
beli jabatan.
5.
Tumbuhnya
tuan-tuan tanah partikelir.
Kekurangan biaya tersebut tidak dapat ditutup dengan
hasil penjualan tanah saja, VOC harus juga mencari pinjaman. Akibatnya, utang
VOC semakin besar.
Pada akhir abad ke-18, VOC tidak mampu lagi
memerangi pedagang-pedagang Eropa lainnya (Inggris, Prancis, Jerman) yang
dengan leluasa berdagang di Nusantara sehingga monopoli VOC hancur.
Keberadaan VOC sudah tidak dapat dipertahankan lagi
sehingga harta milik dan utang-utangnya diambil alih oleh pemerintah negeri
Belanda. Pemerintah kemudian membentuk Komisi Nederburg untuk mengurusinya,
termasuk mengurusi wilayah VOC di Indonesia (1800 – 1907).
3)
Masa Kekuasaan Belanda (Prancis)
Tahun 1807 – 1811, Indonesia dikuasai oleh Republik
Bataaf bentukan Napoleon Bonaparte, penguasa di Prancis (Belanda menjadi
jajahan Prancis). Napoleon Bonaparte mengangkat Louis Napoleon menjadi wali
negeri Belanda dan negeri Belanda diganti namanya menjadi Konikrijk Holland.
Untuk mengurusi Indonesia, Napoleon mengangkat Herman Willem Daendels menjadi
gubernur jenderal di Indonesia (1808 – 1811). Tugas utama Daendels adalah
mempertahankan Jawa dari serangan Inggris sehingga pusat perhatian Daendels
ditujukan kepada pertahanan dan keamanan.
Untuk memperoleh dana, Daendels menjual tanah-tanah
kepada orang-orang swasta. Akibatnya, tanah-tanah partikelir mulai bermunculan
di sekitar Batavia, Bogor, Indramayu, Pamanukan, Besuki, dan sebagainya.
Bahkan, rumahnya sendiri di Bogor dijual kepada pemerintah, tetapi rumah itu
tetap ditempatinya sebagai rumah tinggalnya. Tindakan dan kekejaman Daendels
tersebut menyebabkan raja-raja Banten dan Mataram memusuhinya.
Untuk menutup utang-utang Belanda dan biaya-biaya
pembaharuan tersebut, Daendels kembali menjual tanah negara beserta isinya
kepada swasta, sehingga timbullah system tuan tanah di Jawa yang bertindak
sebagai raja daerah, misalnya di sekitar Batavia dan Probolinggo. Daendels mempekerjakan masyarakat secara paksa
untuk pembangunan jalan Anyer – Panarukan yang sekarang diketahui juga sebagai
Jalur Pantura. Demi pembangunan banyak nyawa yang hilang karena bekerja tanpa
istirahat dan penuh paksaan.
Reformasi atau pembenahan yang dilakukan Daendels
yang lain adalah misalnya ia berusaha keras memberantas kecurangan di kalangan
pejabat negara. Justru langkah inilah yang membuat ia mempunyai banyak musuh
dari kalangan bangsa Belanda sendiri. Disamping politik keuangannya tidak
menguntungkan pemerintah beberapa tindakannya dinilai sebagai menguntungkan
diri sendiri. Lawan politik Daendels yang terkenal antara lain adalah M.R.G.
van Polanen dan Nicolaas Engelhard, Gubernur Pantai Jawa Timur Laut yang
dilepas oleh Daendels. Untuk membersihkan dirinya dari tuduhan musuh politiknya
Daendels menerbitkan buku berjudulStaat der Nederlandsch Oost-Indische
bezittingen onder het bestuur van den Gouverneur Generaal H.W.
Daendels pada 1814. Buku tersebut dikritik dengan tajam oleh van Polanen
dan Engelhard.
Di samping itu Daendels juga tidak disukai di
kalangan pejabat Bumi Putera. Para bangsawan banyak yang kecewa karena
kebijakannnya yang merugikan mereka. Pada 1810 Kaisar Napoleon mengeluarkan
Dekrit yang menyatakan Negeri Belanda masuk ke dalam Imperium Prancis. Setahun
kemudian berita itu sampai ke Indonesia dan disambut dengan senang hati oleh Daendels. Karena ia yakin bahwa hal itu akan
membawa perbaikan bagi Indonesia.
Kekejaman Daendels tersebut terdengar sampai ke
Prancis. Akhirnya, dia dipanggil pulang karena dianggap memerintah secara
autokrasi dan Indonesia diperintah oleh Jansens.
4)
Masa Kekuasaan Inggris
Keberhasilan Inggris mengalahkan Prancis di Eropa
menyebabkan kekuasaan Belanda atas Indonesia bergeser ke tangan Inggris. Untuk
itulah ditandatangani Kapitulasi Tuntang (1811) yang isinya Belanda menyerahkan
Indonesia ke tangan Inggris dari tangan Jansens kepada Thomas Stamford Raffles,
seorang Letnan Gubernur Jenderal Inggris untuk Indonesia. Oleh karena itu,
beralihlah Indonesia dari tangan Belanda ke tangan Inggris.
Adapun langkah-langkah yang diambil Raffles adalah:
1. Membagi Pulau Jawa menjadi 16 karesidenan,
2. Para bupati dijadikan pegawai negeri,
3. Melaksanakan perdagangan bebas,
4. Melaksanakan landrente (pajak sewa tanah) dan Raffles
menjual tanah kepada swasta
5. Menghapuskan perbudakan, dan
6.
Kekuasaan para
raja dikurangi.
Di Yogyakarta, Pangeran Notokusumo diangkat sebagai
Paku Alam (1813). Akibatnya, Mataram Yogyakarta pecah menjadi dua, yakni
Kasultanan Yogyakarta di bawah HB III dan Paku Alaman di bawah Paku Alam I.
Raffles menghapus
perbudakan dan kerja paksa serta menerapkan sistem landrente (pajak sewa tanah) di Indonesia. Hal ini dilakukan oleh
Raffles agar masyarakat dapat menggunakan tanahnya namun tetap ada retribusi
yang diambil oleh pemerintah.
Namun sistem landrente ini memiliki kendala. Sistem
ini sulit dimengerti oleh rakyat Indonesia dan rakyat masih belum mengerti
betul tentang pajak dan retribusi lainnya. Hal ini sulit untuk diterapkan di
Indonesia pada zaman dahulu.
Pada tanggal 13 Agustus 1814, di Eropa
ditandatangani Perjanjian London oleh Inggris dan
Belanda yang isinya Belanda memperoleh kembali sebagian besar daerahkoloninya,
termasuk Indonesia. Oleh karena itu pada tahun 1816, Raffles meninggalkan Indonesia
dan Belanda kembali berkuasa di Indonesia.
Raffles memberikan
hal-hal yang meningkatkan SDM di bidang ilmu pengetahuan yaitu sebagai berikut:
1.
Ditulisnya buku yang berjudul History of Java di London
tahun 1817 dibagi menjadi dua jilid.
2.
Ditulisnya buku yang berjudul History of the East
Archipelago di Eidenburg tahun 1820 dibagi menjadi tiga jilid.
3.
Raffles aktif dalam Bataviaach Genootschap, perkumpulan
tentang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
4.
Dirintisnya Kebun Raya Bogor.
5.
Ditemukannya bunga Rafflesia
Arnoldi
6.
Memindahkan prasasti Airlangga ke Calcutta, India
sehingga diberi nama Prasasti Calcutta.
5)
Masa Kekuasaan Pemerintah Belanda
Pada tahun 1830, pemerintah Belanda mengangkat
gubernur jenderal yang baru untuk Indonesia, yaitu Van den Bosch, yang diserahi
tugas untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor, seperti tebu, teh, tembakau,
merica, kopi, kapas, dan kayu manis. Dalam hal ini, Van den
Bosch mengusulkan adanya sistem tanam paksa. Adapun hal-hal yang mendorong Van
den Bosch melaksanakan tanam paksa, antara lain, Belanda membutuhkan banyak
dana untuk membiayai peperangan, baik di negeri Belanda sendiri maupun di
Indonesia. Akibatnya, kas negara Belanda kosong.
Sementara itu, di Eropa terjadi perang Belanda
melawan Belgia (1830 – 1839) yang juga menelan banyak biaya.Tujuan diadakannya
tanam paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, guna
menutupi kekosongan kas negara dan untuk membayar utang utang negara. Pelaksanaan
tanam paksa diselewengkan oleh Belanda dan para petugasnya yang berakibat
membawa kesengsaraan rakyat Bentuk penyelewengan tersebut misalnya, kerja tanpa
dibayar untuk kepentingan Belanda (kerja rodi) kekejaman para mandor terhadap
para penduduk, dan eksploitasi kekayaan Indonesia yang dilakukan Belanda.
Melihat penderitaan
rakyat Indonesia, kaum humanis Belanda menuntut agar tanam paksa dihapuskan. Tanam paksa mengharuskan rakyat bekerja berat selama
musim tanam. Penderitaan rakyat bertambah berat dengan adanya kerja rodi
membangun jalan raya, jembatan, dan waduk. Selain itu, rakyat masih dibebani
pajak yang berat, sehingga sebagian besar penghasilan rakyat habis
untuk membayar pajak.
Sementara itu di pihak Belanda, tanam paksa membawa
keuntungan yang besar.
Praktik tanam paksa mampu menutup kas negara Belanda
yang kosong sekaligus membayar utang-utang akibat banyak
perang. Akhirnya, tanam paksa dihapuskan, diawali dengan dikeluarkannya
undang-undang (Regrering Reglement) pada tahun 1854 tentang
penghapusan perbudakan. Tanam paksa benar-benar dihapuskan pada tahun 1917.
Sebagai bukti, kewajiban tanam kopi di Priangan, Manado, Tapanuli, dan Sumatra
Barat dihapuskan.Setelah tanam paksa dihapuskan, pemerintah Belanda
melaksanakan politik kolonial liberal di Indonesia dengan memberikan kebebasan
pada pengusaha swasta untuk menanamkan modal di Indonesia.
Namun, pelaksanaannya tetap menyengsarakan rakyat
karena kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan semata-mata untuk kepentingan
kolonial Belanda. Belanda tetap melaksanakan cara-cara menguasai bangsa
Indonesia dengan perjanjian, perang, dan pemecah belah.
Pelaksanaan politik kolonial liberal ternyata banyak
mendatangkan penderitaan bagi rakyat terutama buruh sebab upah yang mereka
terima tidak seperti yang tertera dalam kontrak. Akibatnya, banyak buruh yang
melarikan diri, terutama dari Deli, Sumatra Utara. Dari kenyataan di atas jelas
Belanda tetap masih melaksanakan usaha menindas bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar